Tambelan: Gerbang Sejarah Bahasa Melayu, Warisan Sultan Johor, dan Tradisi Maulid 9 Hari yang Epik
Tanjungpinang, (04/11/2025) — Pandawa Radio 103.9 FM kembali hadir menemani Mitra Pandawa setiap hari Selasa pagi dalam program inspiratif Sudut Mata: Secuil Ulasan Kehidupan Tokoh. Dipandu oleh Mastur Tahir, program ini selalu mengajak kita menelusuri kisah inspiratif dan warisan budaya yang membentuk identitas masyarakat Kepulauan Riau. Pada kesempatan ini, Pandawa Radio menghadirkan sosok istimewa, Dr. Atmadinata M.Pd, seorang budayawan dan sejarawan yang mendalami sejarah Tambelan. Beliau mengajak kita menyelami tema menarik, "Tambelan dalam Lintasan Sejarah dan Tradisi," sebuah topik yang akan membuka wawasan kita tentang kekayaan budaya serta nilai sejarah yang membentuk identitas masyarakat Melayu.
Pulau Tambelan, yang kini secara administratif berada di bawah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, seringkali dipandang sebagai wilayah terluar. Namun, melalui perbincangan mendalam dengan budayawan dan sejarawan, Dr. Atmadinata M.Pd, terkuak fakta bahwa Tambelan adalah negeri yang memiliki jejak sejarah yang amat tua dan peran yang sangat besar dalam lintasan budaya Melayu.
Lebih Tua dari yang Dibayangkan
Menurut Dr. Atmadinata, jejak sejarah Tambelan bahkan melampaui masa kerajaan Melayu. Seorang ahli bahasa, Graham Torget, dalam karyanya menyebut bahwa rumah asal bahasa Melayu Tua berada di Kalimantan Barat, dan pergerakannya menuju Semenanjung Malaya adalah melalui Tambelan. Simpulan ini menunjukkan bahwa Tambelan adalah negeri yang teramat tua, bahkan sebelum Masehi.
Nama Tambelan pun mengalami beberapa kali perubahan yang sarat makna:
- Kandil Bahar: Nama asal pulau ini yang bermakna "Pelita Laut" atau "Cahaya dari Laut". Nama ini kini diabadikan sebagai nama halaman Masjid Raya Tambelan, yaitu "Laman Kandil Bahar".
- Pulau Sabda: Nama ini muncul sekitar tahun 1623, terkait dengan pelarian Sultan Abdullah Muadsyah (Sultan Johor ke-7) dari serangan Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Sultan berpesan atau "bersabda" agar dimakamkan di sana, sehingga pulau itu disebut Pulau Sabda.
- Asal Usul Nama "Tambelan" dari Sang Wakil Sultan
Nama "Tambelan" sendiri adalah hasil penafsiran dari kisah heroik seorang tokoh Tambelan:
- Datuk Pulau Sabda: Ia dikenal sebagai pahlawan yang berperan besar dalam Perang Maritim Raja Haji Fisabilillah melawan Belanda. Ia berhasil merebut meriam dari kapal Belanda.
- Gelar Datuk Timbalan: Atas jasanya, Sultan memberinya gelar Datuk Timbalan Sri Maharaja Lela Setia. "Timbalan" berarti wakil, dan "Lela" berarti meriam.
- Pelafalan Belanda: Pulau Sabda kemudian dikenal sebagai Pulau Timbalan. Menurut catatan Belanda (Adat Reh Bundel), lidah orang Belanda melafalkan "Timbalan" menjadi Tambelan.
Peran besar Datuk Petinggi Tambelan ini tercatat hingga Raja Sambas pun, ketika hendak menghadap Sultan Johor, harus singgah dan didampingi oleh Petinggi Tambelan terlebih dahulu.
Kekayaan Budaya yang Unik
Meskipun secara geografis lebih dekat ke Kalimantan Barat, Tambelan secara historis dan budaya terikat kuat dengan Kepulauan Riau. Hal ini tercermin dalam budayanya yang unik:
- Tarian Zapin Sarang Laba-laba: Tarian zapin khas Tambelan ini ditarikan oleh sekitar 10 orang. Para penari akan membentuk jalinan tali hingga menciptakan formasi menyerupai sarang laba-laba, lalu membuka jalinan tersebut dengan langkah tarian langgam zapin.
- Tradisi Maulid Nabi 9 Hari: Ini adalah tradisi paling unik dan kuat di Tambelan. Perayaan Maulid Nabi dilakukan secara bergiliran selama sembilan hari, sesuai dengan jumlah masjid dan surau di pulau tersebut.
- Pagi Hari: Masyarakat mengantar dulang ke surau berisi Bingke Berendam dan pisang goreng yang terbuat dari pisang masak di batang, bukan pisang kipas.
- Sore Hari: Menjelang Asar, masyarakat akan membawa dulang yang berisi nasi dan lauk pauk dengan "level gengsi yang tinggi," karena mereka berlomba-lomba menyuguhkan hidangan terenak. Partisipasi seluruh masyarakat dalam menjamu tamu ini merupakan suatu keharusan.
Pesan untuk Generasi Muda
Sejarah juga mencatat bahwa di masa penjajahan Belanda (setelah pembubaran Kesultanan Riau-Lingga tahun 1913), Tambelan diberi status otonomi daerah yang disebut Gemen Scaf (masyarakat adat). Melalui otonomi ini, Tambelan mampu mengelola pajaknya sendiri dan membangun berbagai infrastruktur penting seperti rumah camat dan sekolah. Kepala daerahnya diberi gelar Datuk Kaya.
Dr. Atmadinata berpesan bahwa generasi muda Tambelan harus memahami perjalanan sejarah daerahnya yang kecil ini, karena di baliknya tersimpan kebesaran dan kontribusi peran yang besar. Dengan kemajuan teknologi saat ini, peran generasi muda mestinya harus lebih besar lagi dalam melanjutkan dan melestarikan warisan epik Tambelan.
Bersumber : Pandawa Radio 103.9 FM - "Baru Tahu?! Tambelan Ternyata Punya Sejarah Besar & Tradisi Epik!"
(https://youtu.be/aL8qNPtkIBU?si=wmVrkc2XcZg2m71Q)
- Hits: 10